Launching Sentra Layanan Disabilitas Universitas Tidar

0
1276

Jumlah disabilitas di suatu negara berjumlah sekitar 10% dari jumlah penduduk dan dari tahun ke tahun semakin meningkat berdasarkan data dari World Health Organization (WHO). Oleh karena itu, (Perserikatan Bangsa-Bangsa) PBB telah mengeluarkan (UN Convention on the Right of Person with Disability) UNCRPD untuk melindungi dan memenuhi hak-hak disabilitas. Semua negara harus menjalankan UNCRPD baik itu pemerintah maupun swasta. Pada tanggal 30 Maret 2007, pemerintah Indonesia telah menandatangai UNCRPD di New York dan pada tanggal 10 November 2011 telah meratifikasi UNCRPD. Pemerintah mengundangkan dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on Rights of Persons with Disabilities. Perjanjian internasional ini telah sah untuk menjadi hukum nasional.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 merupakan bentuk konsekuensi pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak disabilitas. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah mengeluarkan perundangan-undangan. Salah satunya undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang disabilitas. Kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-undang tersebut yaitu Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 mengenai upaya peningkatan kesejahteraan sosial disabilitas. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 Pasal 4 dijelaskan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial disabilitas dilaksanakan melalui: kesamaan kesempatan (aksesibilitas, pendidikan, dan pekerjaan), rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Hal itu bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan disabilitas. Pada Undang-Undang No 4 Tahun 1997 Pasal 18 dirinci bahwa rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat yang meliputi rehabilitasi medis, pendidikan, pelatihan, dan sosial. Penyediaan fasilitas rehabilitasi untuk disabilitas juga menjadi kewajiban untuk instansi-instansi pemerintah, termasuk Universitas Tidar.

Penyelenggara pendidikan tinggi mendapatkkan amanat yang mulia untuk memperjuangkan hak atas pendidikan bagi disabilitas. Tentu saja, penyelenggara pendidikan tinggi harus menjamin kampus yang inklusif. Kampus yang inklusif dapat diartikan sebagai pelaksanaan proses perkuliahan yang tidak memisahkan antara mahasiswa penyandang disabilitas dan nondisabilitas, dengan segala fasilitas penunjang yang dibutuhkan bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Menariknya, dalam rangka mewujudkan kampus yang inklusif, Pasal 42 ayat (3) UU 8/2016 memberikan amanat secara khusus kepada setiap penyelenggara pendidikan tinggi kewajiban untuk memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD).

Sementara itu, pada ayat (7) dan ayat (8) mengatur bahwa kampus yang tidak mendirikan lembaga itu, dapat dikenakan sanksi administratif, dari teguran tertulis hingga pencabutan izin penyelenggaraan pendidikan, yang mekanismenya diatur dengan peraturan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan tersebut, dapat ditarik dua inti sari utama yaitu mengingat nama lembaga itu tertulis secara kapital, maka haruslah bernama ‘Unit Layanan Disabilitas’. Kedua, amanat itu bersifat wajib tanpa pengecualian. Artinya, di sam­ping kewajiban secara nomenklatur, ULD haruslah dibentuk dan dipastikan kehadirannya oleh penyelenggara pendidikan tinggi, atau dapat dikenakan sanksi. Kemudian, pada ayat (4) dalam pasal yang sama, menyebutkan ada enam fungsi lembaga itu. Fungsi yang dimaksud di antaranya meningkatkan kompetensi dosen dalam menangani mahasiswa disabilitas, koordinasi dengan setiap unit kerja di kampus dalam rangka memenuhi kebutuhan mahasiswa disabilitas. Serta, memberikan pemahaman isu disabilitas kepada warga kampus.

Sehubungan dengan hal tersebut, Universitas Tidar telah membentuk Sentra Layanan Disabilitas dengan menyelenggarakan Launching dan Seminar “Sentra Layanan Disabilitas sebagai wujud Universitas Tidar menjadi kampus inklusif dalam meningkatkan kemandirian disabilitas di era revolusi industri 4.0”.